SORONG, LEMATA. OR.ID– Ketua Umum Lembaga Masyarakat Adat Tambrauw (LEMATA), Vincentius Paulinus Baru, ST., M.URP mewakili masyarakat adat Tambrauw menghadiri langsung kegiatan Focus Group Disscution (FGD) Masyarakat Hukum Adat Tambrauw bersama Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Tambrauw dan mitra NGO yang berlangsung di Hotel Vega, Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, Sabtu (16/9/2023).
Kegiatan ini dibuka secara langsung Penjabat Bupati Tambrauw yang diwakili oleh Staf Ahli Bupati Tambrauw, Yulianus Nathan dan dihadiri juga oleh perwakilan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tambrauw.
Ketua Umum LEMATA, Vincentius Paulinus Baru menyampaikan beberapa pikiran, terkait dengan FGD Masyarakat Hukum Adat yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Tambrauw tersebut.
“Kegiatan ini kami dukung dengan kerja-kerja kolaborasi di Kabupaten Tambrauw kedepan, sehingga bisa berjalan dengan baik, terutama implementasi Perda Masyarakat Hukum Adat Tambrauw Nomor 6 Tahun 2018 dan Perda Konservasi Kabupaten Tambrauw Nomor 5 Tahun 2018,” ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima, Sabtu malam.
Menurut Paulinus, jika Pemda Tambrauw menganggap program ini penting, maka haru didukung dengan kebijakan yang nyata.
Baca juga: LEMATA Tetapkan Tanggal 20 Januari Sebagai Hari Kebangkitan Masyarakat Adat di Tambrauw
“Terutama anggaran yang disediakan setiap tahun untuk mendorong kegiatan sidang-sidang 5 suku asli di Kabupaten Tambrauw,” tuturnya.
Terkait pembiayaan ini, Alumnus Jurusan Perencanaan Wilayah dan Tata Kota Universitas Gadjah Mada (UGM) ini berharap kepala daerah dalam hal ini Penjabat Bupati Tambrauw bisa mengeluarkan peraturan bupati agar pembiayaan kegiatan masyarakat adat dapat dibiayai oleh dana desa dan alokasi dana Otsus 10 persen yang bersumber dari alokasi bagi hasil migas.
Baca juga: Mengenal Enam Keret Suku Byak di Kabupaten Tambrauw Yang Disebut Bikar
“Kalau kebijakan ini tidak jalan, ya kita hanya akan kumpul bicara konsep di ruangan, tetapi implementasi nyata di lapangan tidak jalan,” ucapnya.
“Masyarakat adat butuh kerja-kerja nyata untuk mendorong perlindungan dan pengakuan atas tanah adat mereka,” tegasnya. (Redaksi).