Penulis: Tim Publikasi Lemata
TAMBRAUW, LEMATA.OR.ID- Festival Munara Beba di Kabupaten Tambrauw, Provinsi Papua Barat Daya yang berlangsung sejak tanggal 22-25 Maret 2023 menampilkan berbagai kegiatan budaya Byak yang ada di Kabupaten Tambrauw.
Dalam Festival Munara Beba ini ada beberapa hal yang menarik, yakni kuliner lokal berbahan dasar jalan di atas batu atau yang dikenal dengan Apen Bayeren dan sasisen (sasi).
Kuliner berbahan dasar singkong ini disiapkan oleh para ibu-ibu di setiap stan atau pondok dari masing-masing keret yang ada di dalam Suku Byak di Tambrauw atau yang dikenal dengan Suku Biak Karon (Bikar).
Enam keret dalam Suku Byak di Tambrauw (Bikar) yaitu, Keret Mar, Mayor, Mambrasar, Yappen, Mirino, dan Keret Paraibabo yang mendiami Kampung Werur Raya, Kabupaten Tambrauw.
Kuliner Berbahan Lokal Singkong
Dari pantauan wartawan di masing-masing stand keret terdapat berbagai jenis kuliner lokal berbahan dasar singkong atau di Papua dikenal dengan Kasbi. Singkong ini dibuat menjadi aneka macam makanan yang siap disajikan.
Salah satunya di stand Keret Minino yang menampilkan puluhan jenis Kuliner lokal berbahan dasar singkong seperti misalnya kue kering berbagai macam jenis, kue tar, singkong bakar, tumpeng, bolu dan nogosari dan berbagai jenis lainnya.
Baca juga: Inilah Nama dan Makna Perahu Perang Enam Keret Suku Byak  di Kabupaten Tambrauw
“Semua menu makanan yang disajikan ini berbahan dasar singkong atau kasbi. Ada sekitar 32 macam kuliner yang kita buat, mulai dari kue kering hingga tumpeng,” ungkap Koordinator Stand Keret Mirino, Mama Josina Loupatty Mirino, saat ditemui wartawan, Sabtu (25/3/2023).
Menurut Josina, kuliner berbahan dasar singkong ini dibuat sendiri oleh kelompok ibu-ibu yang ada di dalam Keret Mirino. Bahkan, tak perlu dilatih lagi untuk membuatnya, sebab mereka sudah memiliki ketrampilan dalam membuat kuliner tersebut.
“Ini merupakan kreativitas ibu-ibu dari Keret Mirino yang telah diberikan tugas masing-masing untuk membuat dua sampai tiga macam kuliner berbahan dasar singkong,” tuturnya.
Istri dari Ketua Keret Mirino, Andrias Tommy Mirino ini berharap, kedepan pemerintah daerah (pemda) bisa memberikan perhatian terhadap ibu-ibu di Suku Byak di Tambrauw (Bikar) yang kini mengembangkan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dengan menggunakan bahan lokal singkong di Kabupaten Tambrauw.
“Kami harapkan kedepan dalam acara-acara pemda, kami bisa didukung dalam menyajikan kuliner lokal dalam setiap kegiatan atau acara yang dilaksanakan oleh Pemda Kabupaten Tambrauw,” harapnya.
Baca juga:Â Mengenal Makanan Asli Tambrauw, Isi di Bambu dan Makan Bersama Dalam Keruru
Jalan di Atas Batu Panas (Apen Bayeren)Â
Jumat, sekitar pukul 19.00 WIT, ratusan warga terlihat memadati lokasi yang akan dilakukan ritual Apen Bayeren atau berjalan di atas batu panas yang telah disiapkan sejak sore hingga malam hari.
Kegiatan Apen Bayeren ini dilakukan langsung oleh para tokoh adat yang didatangkan langsung dari Kabupaten Byak Numfor. Pelaksanaan ini menjadi sejarah baru bagi masyarakat Byak di Tambrauw (Bikar) yang mendiami wilayah Werur Raya dan sekitarnya.
Dari pantauan wartawan, terlihat beberapa orang berhasil berjalan di atas batu panas. Mereka bahkan mencobanya dua kali. Hal ini memberikan kekaguman bagi ratusan warga yang menyaksikannya secara langsung.
Tak hanya itu, ada beberapa ketua keret Suku Byak di Tambrauw (Bikar) secara langsung mencobanya dan berhasil. Ini menambah tepuk tangan dan semangat dari masing-masing keret yang hadir menyaksikan ritual Apen Bayeren yang dilaksanakan tersebut.
Salah satu tokoh adat dari Byak Numfor yang melaksanakan ritual Apen Bayeren, Kontantinus Marwam mengungkapkan bahwa Apen Bayeren merupakan tradisi Suku Byak yang dilaksanakan secara turun temurun. Apen Bayeren sendiri adalah pesta besar
“Sejarah Apen Bayeren bermula pada waktu itu ada seorang ibu yang membuat pesta besar untuk menyambutnya om-om (orang tuanya). Pesta Apen Bayeren ini terus dilakukan dalam kehidupan Suku Byak, seperti yang kita laksanakan bagi Suku Byak di Tambrauw (Bikar),” ungkapnya saat ditemui wartawan, Sabtu (25/3/2023) malam.
Baca juga:Â Inilah Lima Poin Aspirasi Masyarakat Adat Tambrauw kepada Staf Khusus Presiden
Menurut Konstatinus, Apen Bayeren yang dilaksanakan dalam Festival Munara Beba ini diikuti oleh lima orang keret dari enam keret Suku Byak di Tambrauw (Bikar) yang ada di Kabupaten Tambrauw. Sedangkan, satu keretnya tidak ikut lantaran menyatakan diri belum siap mengikuti pesta Apen Bayeren tersebut.
“Jalan di atas batu panas merupakan tradisi. Ada lima keret yang berhasil jalan di atas batu panas. Ini berarti mereka percaya kepada Tuhan, sehingga bisa berjalan di atas batu panas,” tuturnya.
Selama prosesi Apen Bayeren dilakukan, Kata Konstatinus diiringi dengan lagu dan tarian Wor sebagai simbol memberikan semangat kepada perwakilan warga dari masing-masing keret yang berjalan di atas Apen Bayeren tersebut.
“Lagu dan tarian Wor ini sebagai simbol memberikan semangat, sehingga perwakilan keret yang berjalan di atas batu panas selama pesta Apen Bayeren berlangsung,” ucapnya.
Sasisen di Pulau Miossu
Dalam pelaksanaan Festival Munara Beba ini diakhiri dengan prosesi Sasisten (Saksi) yang dilakukan secara adat dan agama di wilayah laut Pulau Miossu atau Pulau Dua dalam melindungi biota laut dan kelelawar yang ada di dua pulau tersebut.
Sasi ini dilakukan lantaran selama ini banyak biota laut seperti ikan, bia, kerang, karang, penyu dan kelewat banyak orang mengambil, bahkan ada nelayan dari luar seperti Sorong dan sekitarnya yang mengambilnya secara diam-diam.
Baca juga:Â Paul Baru: Perlu Ada Dinas Khusus Menangani Masyarakat Adat Di Papua
Oleh karena itu, dilakukan Sasi, sepanjang 2 kilo meter dari lautan yang tidak boleh diganggu selama proses Sasi ini berlangsung di sekitar Pulau Miossu hingga tahun depan.
“Yang kami Sasi ada 2 kilo meter di Pulau Miossu atau Pulau Dua. Selepas itu masyarakat bisa mencari untuk makan dan kebutuhannya sehari-hari. Kami Sasi sampai tahun depan,” ungkap Ketua Dewan Adat Suku Byak Karon (Bikar) di Kabupaten Tambrauw, Junus Mambrasar kepada wartawan, Sabtu siang di Pulau Miossu.
Junus meminta kepada seluruh masyarakat untuk bersama-sama menjaga lokasi Sasi ini dan tidak boleh melanggarnya, sebab telah dilakukan prosesi secara adat dan agama.
“Mari kita jaga lokasi Sasi ini dengan baik, sehingga Tuhan akan menjaga dan melindungi serta memberikan berkat yang berlimpah di lokasi Sasi yang telah kita lakukan tersebut,” ucapnya.
Sementara itu, di tempat yang sama Pendeta (Pdt) Elieser Paraibabo mengungkapkan, pihaknya mewakili Klasis Abun Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua dilibatkan untuk melakukan pengawasan terhadap lokasi Sasi yang telah dilakukan tersebut.
Baca juga:Â LEMATA Tetapkan Tanggal 20 Januari Sebagai Hari Kebangkitan Masyarakat Adat di Tambrauw
“Adat dan agama tidak bisa dipisahkan, sehingga kami dari Klasis Abun GKI di Tanah Papua akan bersama-sama masyarakat adat ikut menjaga dan mengawasi lokasi Sasi yang telah dilakukan di Pulau Miossu,” ungkapnya.
Dia berharap, masyarakat yang ada di daerah Werur Raya bisa ikut bersama-sama menjaga dan melindungi lokasi yang telah dilakukan Sasi, sehingga kedepan berkat Tuhan akan berlimpah terhadap Biota laut yang telah dilakukan Sasi. (Redaksi).